Senin, 28 Desember 2009

RASISME DAN OLAHRAGA


Mengapa sepakbola Sebagai Media Penyebaran Rasisme?
Sepakbola Sebagai Media Penyebaran Rasisme

Pendahuluan

Dalam dunia olahraga sering kita melihat pelanggaran yang terjadi dalam prakteknya, baik itu pelanggaran teknis atau sebagainya. Tak terkecuali hal-hal yang menyangkut rasialis. Di dunia olahraga kasus rasisme sudah membudaya dari dulu hingga sekarang, dan secara tidak langsung tindakan rasisme tersebut ditujukan kepada orang-orang atau atlet berkulit hitam. Pelecehan rasial di masyarakat Barat tumbuh subur di kalangan para penggila sepak bola, dan tidak jelas sejak kapan isu rasisme mulai mengotori dunia sepak bola. Banyak kasus rasialisme menimpa pemain asing (terutama dari Afrika) yang merumput di liga-liga Eropa: Italia, Spanyol, Inggris dll (Dina:2007). Tulisan ini hendak membahas tentang sepakbola yang selalu di identikkan dengan isu-isu rasis. Kajiannya akan memfokuskan pada sepakbola yang dianggap menjadi media penyebaran rasisme.

Pengambilan data dilakukan dengan studi pustaka yang meliputi kajian sistematis dan menyeluruh artikel, buku, surat kabar, dan internet. Selain itu berita di televisi tentang olahraga juga menambah khasanah pikir saya untuk dituangkan dalam tulisan ini.

Hal terpenting saat ini adalah sepakbola yang selalu bermasalah dengan rasisme, dimana rasisme merupakan masalah besar bagi sepak bola, dan sama besarnya dengan masalah holiganisme atau kerusuhan sebab keduanya saling berkaitan satu sama lain. Sebab fanatisme berlebihan yang ditunjukkan oleh beberapa kelompok suporter lebih cenderung merendahkan kelompok yang lain sambil membanggakan diri sendiri tanpa pernah mau melihat kekurangan yang ada, bahkan membawa nama suku daerah dan warna kulit.

Untuk itu sebagai insan olahraga yang bernurani kita harus berfikir dan ikut berjuang agar rasisme dapat dihilangkan dan tidak menghancurkan dunia olahraga.

Isi Kajian

Tidak bisa dipungkiri bahwa Sepak bola merupakan cabang olahraga paling populer dan digemari di dunia. Olahraga ini dimainkan di belahan dunia manapun dan mempunyai penggemar paling banyak. Sepakbola juga dapat dikatakan merupakan bahasa yang universal, sebuah olahraga yang mampu memberikan kepuasan dan kegembiraan bagi mereka yang memainkannya dan juga mereka yang menyaksikan tanpa mengenal batas usia, ras, golongan dan jenis kelamin. Sebagai olahraga yang sangat populer dan melibatkan banyak unsur dalam penyelenggaraannya, sepakbola dalam perkembangannya juga tidak luput dari berbagai masalah, satu diantara sekian banyak masalah dalam sepakbola adalah adanya rasisme. Di dalam sepakbola yang merupakan pertandingan yang menuntut peserta untuk bersikap sportif, jujur dan mentaati peraturan serta menerima kekalahan atau kemenangan sebagai hal yang wajar dapat terkontaminasi oleh penggunaan bahasa yang overdosis untuk mengungkappkan sebuah kemenangan ataupun kekalahan (Wohangara, 2008). Bahasa dapat disalahgunakan sehingga menimbulkan konflik. Konflik tersebut salah satunya adalah rasisme yang sering terjadi dalam pertandingan ataupun kompetisi sepakbola dimana pemain terkadang terpancing emosinya dan mengeluarkan kata-kata dengan bahasa yang tanpa dia sadari berbau rasis.

Inilah kenyataan yang makin berkembang dimana fenomena diskriminasi ras seperti menemukan muaranya. Masalah rasisme juga menjadi persoalan di klub-klub sepakbola di Eropa, sebab di sanalah perilaku rasial paling banyak terjadi. Sebagaimana yang dikutip dari artikel yang berjudul "Stadion Kecil" - "Stadion Besar" Oleh Amir Machmud NS dalam koran suara merdeka, yang menuliskan adanya beberapa kisah perlakuan cercaan hingga sinisme tatapan mata banyak dihadapi pemain dalam lintasan sejarah buruk rasisme seperti Paul Ince, Marcel Desailly, George Weah, Thierry Henry, bahkan pernah Lilian Thuram dan Zinedine Zidane, serta penghinaan diasosiasikan dengan monyet lewat teriakan, lemparan kacang, dan pisang yang dalam beberapa periode dihadapi Samuel EtoĆ­o dan Ali Khameni di Spanyol yang cukup menjadi bukti betapa masih banyak manusia yang "mengaku berkeadaban".

Ketika rasisme semakin marak bukankan ini sangat menyedihkan. Seakan-akan kita lupa kepada jasa-jasa mereka, padahal sepakbola sendiri pada hakekatnya dipertandingkan untuk menghibur dan mempersatukan masyarakat. Entah sejak kapan perilaku rasial itu mulai mucul dan membudaya. Entah apa sebenarnya yang menyebabkan perilaku rasial terus berkembang. Perilaku rasis sebenarnya juga dapat dipengaruhi oleh tingkah laku individu maupun kelompok. “Tingkah laku kolektif adalah mencakup konsep lebar jarak pada fenomena kelompok, termasuk orang banyak,kerusuhan, kepanikan, menghukum mati tanpa periksaan pengadilan, penyerbuan, kebangkiatan kembali, sosial dan gerak keagamaan, revolusi, iseng-iseng, mode, sifat keranjingan, pendapat umum, propaganda, dan desas-desus” (Sugianto : 63). Dia juga mengatakan peristiwa-peristiwa tingkah laku kolektif spontan, tidak terstruktur, mudah berubah dan jalan berpikirnya tidak kekal, perasaan, dan aksi/ tindakan berlebihan dalam sport.

Selain itu juga disebutkan dalam artikel Kick Racism Out of The World!, sebagaimana perilaku rasial juga dapat disebabkan karena rendahnya cara berpikir masyarakat. Terutama individu pelakunya. Rendahnya cara berpikir ini boleh jadi terpancing oleh panasnya iklim kompetisi sepak bola, selain itu dengan gaya hidup sekuler-kapitalis masyarakat, dukungan penuh dari penggemar terhadap tim favoritnya bisa berujung pada tindakan rasisme, bentrokan antar fans, hingga kerusuhan di luar stadion.

Hal yang sama pun terjadi di negara kita, negara yang dikenal memiliki dasar hukum yang kuat dan juga melindungi hak asasi setiap warganya. Dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola juga terdapat beberapa aksi rasisme dari para suporter terhadap para pemain berkulit hitam dan satu hal yang lebih ironis, aksi inipun tidak hanya terjadi kepada para pemain asing akan tetapi juga kepada para pemain lokal yang berkulit gelap seperti para pemain asal Papua. Kita pernah mendengar bagaimana para pemain Persipura yang hampir seluruh pemainnya berkulit gelap mendapatkan cemoohan dari para pendukung tim lawan ketika bermain di kandang lawan.

Kita tidak boleh lupa bahwa sejak dahulu Indonesia memiliki pemain-pemain sepak bola berdarah papua yang hebat seperti Rully Nerre, Aples Tecuary dll, dan yang sekarang ini masih berkiprah seperti Alex Pulalo, Ellie Aiboy, Ortisan Sallosa, Errol Iba dan juga Boas Sallosa. Mereka semua adalah pemain-pemain berkulit gelap yang sangat berjasa dalam perkembangan sepakbola di negeri ini. Yang sangat mengherankan adalah kenapa kita mengelu-elukan mereka ketika memakai seragam Timnas Indonesia tetapi mencemooh mereka ketika mereka menjadi lawan klub kesayangan kita, tentu itu merupakan tindakan yang sangat disayangkan.

Perilaku rasial dalam olahraga benar-benar menyisakan banyak PR besar bagi kita. Sebab masalah tersebut juga mempunyai dampak yang negatif, seperti berkurangnya nilai-nilai fair play/ sportivitas dalam olahraga, bahkan memicu perilaku menyimpang misalnya kekerasan. Hal ini jelas sangat merugikan, baik bagi pelaku maupun bagi si korban. Bagi pelaku jelas hukuman akan menantinya jika dia berbuat rasis, baik itu berupa denda maupun kurungan. Selain itu perilaku rasial juga dapat berdampak pada kultur budaya yang ada, karena dapat menimbulkan ketimpangan budaya, seperti di Indonesia misalnya yang mempunyai bermacam-macam kultur budaya.

Sepak bola seharusnya bisa menjadi media mempersatukan perbedaan kultur budaya atau ras. Sindhunata (2002) menegaskan bahwa “politik memang perlu, tetapi lewat politik anda hanya akan menemukan perbedaan partai-partai. Lewat bola anda menemukan satu-satunya ideal, yang bisa membuat orang seia sekata. Kesatuan idealisme inilah jalan untuk mengubah masyarakat lama menuju masyarakat baru”. Untuk mewujudkan hal itu tentu tidaklah mudah, sebab rasisme telah mengakar dalam sepak bola.

Berdasarkan kenyataan yang terjadi di atas, beberapa kampanye tengah digalakkan oleh para pihak-pihak yang berwenang dalam olahraga, seperti yang dikatakan wulan bahwa FIFA sebagai badan tertinggi sepakbola dunia mengkampanyekan slogan anti rasisme “Let’s Kick Racism Out of Football”. Statuta FIFA juga mengakui bahwa Rasisme, dalam bentuk apapun dianggap mengingkari nilai-nilai dan tujuan yang terkandung dalam pasal 2 statuta FIFA. Rasanya hanya keteguhan hati dan solidaritas sesama yang akan menghilangkan perilaku rasial ini, dengan integrasi dan kesadaran akan perdamaian rasanya bukan mustahil rasisme ini bisa perlahan dihilangkan

Kesimpulan

Dengan berkembangnya olahraga sepakbola secara pesat, tanpa kita sadari perilaku yang bersifat rasial juga turut tumbuh dan berkembang layaknya manusia. Maka dari itu sebagai individu yang terkait dengan dunia olahraga (walaupun tidak secara lansun) kita harus mendukung dan menggalakkan gerakan anti rasisme dalam dunia olahraga agar hak-hak kebebasan dari pada atlet-atlet atau pihak-pihak yang berkecimpung dalam dunia olahraga dapat terlindungi. Dan satu hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam sepak bola yang dilihat adalah kemampuan dalam mengolah bola dan bekerja sama dengan tim untuk menghasilkan kemenangan, bukan hal-hal lain yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan sepak bola.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar